Dokter seringkali memberikan resep dalam format tulisan “ceker ayam”. Dan kalau kita perhatikan seringkali digunakan singkatan latin untuk menuliskan resep seperti : Sig: I tab p.o. b.i.d p.c. yang artinya minum 1 tablet 2x sehari setelah makan. Ada baiknya kita tahu rahasia kode resep ini paling tidak sebagai tindakan preventif kalau dokter salah memberikan resep. Bukankah dokter juga manusia ?
Kode asal kata arti
a.c. ante coenam sebelum makan
a.d / AD aurio dexter telinga kanan
a.l. aurio laeva telinga kiri
a.s. / AS auris sinister telinga kiri
a.u. / AU auris utro kedua telinga
aa anna, takaran obat dibawah sama dengan yang diatasnya
ad ad hingga /sampai
ad. Lib. ad libitum digunakan sesuai keinginan (bebas)
alt. die. alternus die setiap lain hari
alt. h. alternus hora setiap lain jam
amp. ampule 1 dosis unit
aq aqua air
b.d. bis die 2x sehari
b.i.d. bis in die 2x sehari
b.i.n. bis in noctus 2x semalam
bis bis dua kali
bol. bolus sebanyak dosis tunggal
cap capsula kapsul
cc cum cibos dengan makanan
cc cubic centimetres sentimeter kubik
comp. comsitus diloleskan
cp cochlear putis sendok bubur <-- update
d dies hari
d.t.d da tales doses takaran tertera dalam resep dibagi sejumlah bagian sesuai numero
dieb. alt. diebus alternis setiap lain hari
div. divide dibagi
emp. ex modo prescripto sesuai petunjuk
emul. emulsio emulsi
eq. pts. equalis partis bagian yang sama
ex aq ex aqua dalam air
fl. ,fld. fluida cairan
g gram gram
gr grain grain (1 gram=15 grain)
grad. gradatim berangsur-angsur
gtt. gutta diteteskan
h. , hr. hora jam
h.s. hora somni waktu tidur
i, ii, iii, or iiii doses jumlah dosis
I.D. intra dermal disuntikkan di bawah kulit
I.M. intra muscularly disuntikkan ke dalam otot
I.P intraperitonial itu injeksi yang disuntikkan melalui otot rongga perut
I.V. intravena injeksi untuk pembuluh balik
inj. injectio suntikan
in p. aeq. dividiatur in partes aequales dibagi menjadi bagian yg sama
lin linimentum digosok
liq liquor solution
lot. lotio itu obat berbentuk cairan untuk digunakan ke kulit / tidak diminum
m, min. minimum minimal
M. Misce campur
mane mane pagi hari
mcg microgram mikro gram
mEq milli equivalent mili ekuivalen
mg milligram mili gram
mist. mistura campur
mixt. mixtura mixture
ml millilitter mili liter
nebul nebula semprotan
no. numero nomor
nocte nocte malam
noct. maneq. noct maneque pagi dan malam hari
non rep. non repetatur tidak dapat diulang
npo nill per os tidak ada yg melalui mulut
o.d / OD oculus dexter mata kanan
o.l. oculus laeva mata kiri
o.m. omni mane pada pagi hari
o.n. omni nocte pada malam hari
o.s / OS oculus sinister mata kiri
o.u / OU oculo utro setiap mata
opth opthalmic pada mata
os ossa tulang
otic otical pada telinga
p.a potio alba obat batuk putih <-- update
p.c. post coenam setelah makan
p.m potio nigra obat batuk hitam / atau nama sediaannya succus glychorrizae potio <-- update
p.o. per os melalui mulut
p.p.a. phiala prius agitata dikocok dahulu
p.r pro rectum melalui anus
p.r.n. pro re nata sesuai kebutuhan
p.v. per vaginum melalui kelamin wanita
per per melalui
pil pilula pil
warna langit negeriku
Banyak sekali cerita cerita di sekitar kita atau pun peristiwa yang dimana hanya sebagian orang yang mengetahuinya.Disini saya mengajak semuanya untuk bisa menceritakan , semua kejadian kejadian maupun pengalaman pribadi sehingga dengan kita berbagi cerita tersebut , orang lain dapat mengambil hikmah dan pelajaran supaya tidak mengalaminya.
Piring Kayu & Gelas Bambu
Piring Kayu & Gelas Bambu
SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama
anaknya,
Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucunya, Viva yang baru
berusia enam tahun.
Keadaan lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar
dan
pandangannya semakin hari semakin buram.
Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam
bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati
hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan
sendok dan garpu. Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah
anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar dirasakannya, sehingga
seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa
malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal
menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera
makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman,
pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg!! Bertaburanlah
serpihan gelas di lantai.
Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut
serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut,
mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia
hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.
"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar
ibunya berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk
ke dalam kamar. Arwan hanya membisu. Sempat anak kecil itu
memandang tajam ke dalam mata ayahnya.
Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja
kecil yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di
situlah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak
menantunya makan di meja makan. Viva juga dilarang apabila
dia merengek ingin makan bersama kakeknya.
Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian.
Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan. Dia
terkenang arwah isterinya.
Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak
kita pada abang."
Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ.
Setiap hari dia dihardik karena menumpahkan sisa makanan.
Dia diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari
dari situ, tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun menahan diri.
Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicaci
dan dihina anak menantu.
Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan
menggunakan piring kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat
dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia
pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya.
Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia
melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka
menggunakan piring yang sama!
"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis
piring dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.
Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali
waktu makan, tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila
Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan,
kedua-duanya hanya berbalas senyum.
Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina
terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan
kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu.
Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa
sayang? Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan
menegur manja anaknya. Dia sedikit heran bagaimana anaknya
dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal ia menyimpannya di
dalam gudang.
"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu.
Bila Viva besar nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah
ke pasar beli piring seperti untuk Kakek," kata Viva.
Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan
Rina terusik. Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva
menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiiris pisau.
Mereka tersentak, selama ini mereka telah berbuat salah !
Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina
menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi
yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali
memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya.
Dia tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk
bersebelahan lagi dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua
itu juga tidak tahu kenapa anak menantunya tiba-tiba berubah.
"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata
Viva pada ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya
mengangguk, tetapi dadanya masih terasa sesak.
-* MORAL OF THE STORY *-
Hargailah kasih sayang kedua orang tua kita. Bapak Ibu kita hanya satu,
setelah meninggal tidak akan ada pengganti.
Jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hidup !
SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama
anaknya,
Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucunya, Viva yang baru
berusia enam tahun.
Keadaan lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar
dan
pandangannya semakin hari semakin buram.
Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam
bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati
hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan
sendok dan garpu. Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah
anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar dirasakannya, sehingga
seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa
malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal
menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera
makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman,
pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg!! Bertaburanlah
serpihan gelas di lantai.
Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut
serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut,
mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia
hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.
"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar
ibunya berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk
ke dalam kamar. Arwan hanya membisu. Sempat anak kecil itu
memandang tajam ke dalam mata ayahnya.
Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja
kecil yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di
situlah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak
menantunya makan di meja makan. Viva juga dilarang apabila
dia merengek ingin makan bersama kakeknya.
Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian.
Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan. Dia
terkenang arwah isterinya.
Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak
kita pada abang."
Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ.
Setiap hari dia dihardik karena menumpahkan sisa makanan.
Dia diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari
dari situ, tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun menahan diri.
Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicaci
dan dihina anak menantu.
Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan
menggunakan piring kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat
dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia
pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya.
Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia
melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka
menggunakan piring yang sama!
"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis
piring dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.
Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali
waktu makan, tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila
Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan,
kedua-duanya hanya berbalas senyum.
Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina
terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan
kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu.
Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa
sayang? Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan
menegur manja anaknya. Dia sedikit heran bagaimana anaknya
dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal ia menyimpannya di
dalam gudang.
"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu.
Bila Viva besar nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah
ke pasar beli piring seperti untuk Kakek," kata Viva.
Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan
Rina terusik. Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva
menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiiris pisau.
Mereka tersentak, selama ini mereka telah berbuat salah !
Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina
menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi
yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali
memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya.
Dia tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk
bersebelahan lagi dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua
itu juga tidak tahu kenapa anak menantunya tiba-tiba berubah.
"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata
Viva pada ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya
mengangguk, tetapi dadanya masih terasa sesak.
-* MORAL OF THE STORY *-
Hargailah kasih sayang kedua orang tua kita. Bapak Ibu kita hanya satu,
setelah meninggal tidak akan ada pengganti.
Jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hidup !
Langganan:
Postingan (Atom)